Kekuatan
dan kehebatan ibarat harmoni kerang dan
kemilau mutiara di dasar lautan. Kerang
memerankan kokohnya beraneka perlindungan manakala ancaman datang menerjang.
Keras namun penting bagi kemilau mutiara. Meski seringkali kerang itu tampak
tak begitu elok karena berjibaku dengan segenap ancaman, keteguhannya tak
pernah bergeser sedikit pun, karena cita kesetian yang begitu mendalam akan
tumbuhnya mutiara telah membangunkan potensi yang lelap tertidur. Daya tahannya
tak berbatas, walaupun berjuta-juta luka menghiasi kisahnya yang sangat memilukan. Pilu karena
kemungkinan pertumbuhan eloknya mutiara bisa memudar di tengah jalan atau
bahkan tak pernah menyaksikan pertumbuhannya. Semua itu pembuktian, seperti
yang diungkapkan Ibnu Qayyim Al-jauziyah dalam Madarizus Salikin, bahwa
kecenderunganmu kepada sesuatu secara total, lalu engkau lebih mementingkannya
dibanding terhadap dirimu dan hartamu, lalu engkau menyesuaikan diri dengannya
secara lahir dan batin, kemudian engkau mengetahui kekuranganmu dalam
mencintainya adalah kekuatan cintanya. Maka
totalitas kekuatan melindungi ditujukan untuk mengisi setiap ayunan kaki dalam
nenapaki jauh dan terjalnya perjalanan, hanya demi dan untuk pembuktian
kekuatannya.
Kekuatan tak lengkap tanpa kehebatan. Disini keberadaan
kehebatan kemilau mutiara sangat penting dan sangat dibutuhkan. Bagi kekuatan
kerang, keindahan kehebatan kemilau mutiara akan membawa keberartian
tersendiri, manakala disandingkan. Ibarat langit tanpa bintang, gelap dan
kelam, apabila kekuatan tak bersama kehebatan. Keindahan kemilau mutiara bagi
kekuatan kerang satu sumber pelita yang tidak akan pernah habis menerangi di
setiap ruang dan waktu. Dikala mata sudah mulai sayup kegelapan, cahayanya akan
segera memulihkan kesadarannya, menggugah berjuta harapan kebahagiaan.
Menguatkan dan selalu menguatkan.
Maka
benar, bahwa disamping suami yang kuat terdapat bidadari yang hebat. Sebagimana
disamping kuatnya nabi Muhammad dengan
kesempurnaanya, ada hebatnya keimanan bunda Khadijah kepada belahan jiwanya
ketika orang lain tak satu pun mengimaninya;
ada hebatnya mengalikan pengorbanan harta hingga tak berhingga untuk
menyokong dakwah buah hatinya; ada hebatnya keihklasan yang terus menerus
mengurangi kekotoran jiwa hingga menggenapkan kesempurnaanya; ada hebatnya
membagi kesedihan-kesedihan rasul hingga habis tak meninggalkan bekas di muka
bumi; ada hebatnya regenerasi nasab dari bunda Khadijah yang kian menambah
bercahayanya estafet generasi dakwah.
Maka
benar, bahwa disamping suami yang kuat terdapat bunga surga yang hebat di bumi.
Sebagaimana kuatnya Imam Ali dalam kezahidan, kezuhudan, keadilan, kejujuran, dan ksatrianya beliau,
ada hebatnya kesabaran Fatimah dalam kezuhudan, hingga tangannya yang lembut
melepuh karena menepung dan mengiling gandum sendiri; ada hebatnya ruhaniah
hingga mengganti hadimah dengan tasbih, tahmid, dan takbir; ada hebatnya
keridhoan penerimaan calon suami yang hanya berhartakan sebilah pedang, seekor
unta, dan sebuah baju besi; ada hebatnya penerimaan mahar sebesar 400 dirham
hasil gadai baju besi; ada hebatnya
pengajaran intisari kehidupan yang paling berharga bagi ummat tentang fondasi
akhlaq dan nilai-nilai Islam yang jauh
lebih agung dan lebih mulia dibanding dengan perkakas-perkakas rumah yang serba
megah dan mewah.
Maka
benar, bahwa disamping suami yang kuat kesholehannya ada kehebatan seorang
istri sholehah.
Di penghujungnnya, mari kita meneteskan air mata, jika
buah ikatan suci kekuatan dan kehebatan, ternyata kelemahan yang
bertumpuk-tumpuk, bukannya kemampuan yang semakin menjulang pesonanya. Mari
kita bersedih, jika buah simpul sejati kekuatan dan kehebatan, ternyata
kemiskinan yang semakin akut, bukannya kekayaan yang semakin barokah. Mari kita
tertunduk pilu, jika buah tali kasih murni kekuatan dan kehebatan, ternyata
memuncak kegelisahan, bukannya ketenangan yang membahana. Mari kita mengaduh,
jika buah beningnya janji kekuatan dan kehebatan, ternyata kehinaan, bukannya
kehormatan yang kian bercahaya. Mari kita mengangkat tangan, jika buah
kecocokan jiwa kekuatan dan kehebatan, ternyata kesengsaraan, bukannya
kebahagiaan yang membangkitkan. Mari kita bersihkan pandangan, jika buah
bersihnya komitmen kekuatan dan kehebatan , ternyata menumpulkan ilmu, bukannya
semakin tajam dan menyinari.
