Mata Air Kehidupan

Iman Rohiman
0

Tetesannya hingga kini tak pernah berhenti mengisahkan tentang  berbagai cerita dan makna. Tentang jernihnya, debu yang pekat bertebaran di bumi tak pernah  bisa mengotorinya. Tentang  kemurniannya, goda yang mempesona dan melusuhkan jiwa dibuat tertegun tak berdaya. Demikian pula kesucianya, waktu dan zaman yang tinggal di penghujungnnya tak pernah melunturkan beningnnya. Begitulah air mata mengalir dari satu kisah ke kisahnya yang lain dengan penuh hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dalam aliran tetesannya.

Jika kita menelisik sejarah dari masa ke masa dan menghitung butiran air mata di dalamnya akan tersingkap cerita bahwa air mata bukan hanya menetes dari masyarakat biasa, miskin, dan kelas bawah saja tetapi tokoh besar, kaya raya, dan kelas tinggi pun terjerat oleh kisahnya. Dan sebab mengapa jatuhnya air mata itu pun berbeda beda dalam setiap kisahnya.

Dua insan yang kesepian di heningnya sunyi dan haus akan teman sejati pelepas rindu tak tertahankan mengangkat kedua tangan memohon dalam doa di sepertiga malam dalam isak tangis penuh syahdu. Getar-getar jiwa keduanya penuh khusyu memohon kepada sang maha kasih agar dipertemukan dengan teman hidup dunia akhirat yang diberkahi, jadi kesungguhan yang disaksikan air mata dalam sajadah kerinduan. Air mata yang didalamnnya buah pengharapan dan rasa khawatir akan doa yang dipanjatkan. Pengharapan yang tidak ada jalan lain selain meminta pada yang maha kasih karena hanya pada-Nya setiap insan meminta pertolongan. Kekhawatiran akan tidak sampainya doa yang dipanjatkan kepada-Nya dipasrahkan dengan sepenuh harapan. Disini air mata adalah harapan. Harapan insan pada sang pencipta atas kesadaran betapa lemahnya diri dan tanpa daya setitik pun membuat terwujudnya keinginan.

Hari demi hari berlalu, rahmat yang maha pemurah pun mengabulkan doanya. Kedua insan yang telah lama memendam rindu, dengan kasih-Nya dipertemukan dan dipersatukan dalam ikatan suci yang berat. Kelopak mata kedua insan pun mendung dan tak tertahankan  menghamburkan air mata. Kedua insan pun luruh dibawah akad nikah yang dipersaksikan oleh air mata pertemuan yang berjatuhan. Air mata yang mencairkan segunung kerinduan akan pengisi kesendirian, pemecah sepi dikala hening, penyejuk jiwa dikala bara bergolak, dan penyadar diri dikala tergelincir.  Air mata dari tetesan yang mengajarkan bahwa air mata adalah tanda kebahagiaan. Sebuah tanda kehidupan tentang perasaan yang tenang, nyaman, teduh, dan penuh senyum pengikat rasa.

Air mata kebahagian pun kita jumpai ketika sepasang suami istri dikaruniai kelahiran seorang bayi. Betapa air mata menjadi penghias rasa syukur dari kenikmatan mahligai rumah tangga yang sudah dilengkapi seorang anak. Lengkap sudah arti keluarga. Regenerasi yang memberikan makna mendalam arti sebuah keluarga. Karena dengannya garis keturunan terus menyala menyusuri ambang zaman.

Di tengah membangun rumah tangga, liku-liku, kerikil, tantangan, cobaaan, dan godaan, hiasan yang menguji kekokohannya. Ketika kesempitan hidup menerpa dan fondasi keluarga menjadi goyah, derai air mata tak dapat kita cegah. Alirannya mengalir dipipi tak sadar membasahi. Begitu pun kegelapan yang kadang menghalangi pandangan hingga kerikil tajam terinjak langkah dan luka meneteskan darah, disini air mata pun tak sadar akan mengalir. Air mata dalam kekalutan, ketidakpastian, dan keraguan. Air mata yang bertutur bahwa ia diciptakan untuk ruh kesedihan karena memang hidup bukan hanya bahagia.

Nabi kita dan bunda Khadijah pun meneteskan air mata. Ketika anak laki-laki semata wayang buah dari cintanya yakni Ibrahim menghembuskan nafas terakhir. Anak semata wayang yang menjadi tumpuan harapan penerus nasab dari keturunan. Sebab tradisi arab kala itu membenarkan anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup , maka kematian Ibrahim berarti terputusnya keturunan dari anak lelaki yang ketika itu menjadi suatu keharusan hidup dan berarti satu kehilangan yang sangat berharga. Maka air mata keduanya pun mengalir. Bukan berarti tidak ridho dengan ketetapan Tuhan. Bukan berarti marah pada ketetapan Tuhan. Namun ada intisari pengajaran akan sifat cinta kemanusiaan yang manusiawi. Bukankah nabi orang kuat. Ya benar, karena air mata bukan berarti pasti lemah.

Air mata nabi pun berhamburan kembali ketika istri tercinta bunda Khadijah menghadap rahmat-Nya. Air mata fitrah yang mengajarkan kemanusiaan tentang cinta kasih yang suci, bersih, murni, dan sejati. Bagaimana air mata itu tak berjatuhan mengingat keimanannya ketika orang-orang mengingkarinya dan tak terhitungnnya harta yang telah disedekahkan bunda Khadijah untuk membangun dan membesarkan dakwah suami tercinta. Mengenai kasih sayangnnya, tak usah diragukan. Ia tetap menemani nabi dikala sempit mengiris sesaknya ruang kehidupan. Air mata yang telah memancarkan sumber mata air kehidupan. Air mata yang membuat kita benar-benar hidup dalam kehidupan yang sebenarnya.


Air mata taubat, satu sisi lain dari kisah air mata yang menjadi saksi akan niat yang murni untuk menyesali perbuatan dosa. Tak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa, kecuali nabi kita, oleh karena itu berderainya air mata karena menyesali segunung maksiat, selangit kedzoliman, dan seluas bumi dosa, kesadaran yang benar betapa hina diri kita. Tak ada satu hal pun yang dapat kita sombongkan . Kita ini adalah mahluk kotor yang setiap hari dipenuhi dengan gemerlap dunia, kekayaan, terpesona kedudukan, dan kebanggaan yang mendarah daging. Air mata yang seharusnya membuat kesadaran untuk tidak mengulang lagi semua perbuatan maksiat, dzalim, dan dosa. Dan air mata untuk berbuat kebaikan untuk menutup semua maksiat, dzalim, dan dosa meski semuanya tak mungkin membayarnya.
Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default