Iman Rohiman
KIM Galunggung Info, Tasikmalaya. Sosok kepahlawanan selalu hadir disetiap periode kisah perjuangan. Kehadirannya membawa berkah tersendiri di tengah kerinduan akan hadirnya kedamaian; di tengah hausnya akan kesejahteraan, dan di tengah keringnnya kemakmuran. Dalam kerinduan kedamaian, ia menyirami tanah harapan dengan rintik keadilan dan keberanian. Di tengah hausnya kesejahteraan, ia hadir menjadi pelipur duka bangsa. Di tengah keringnya kemakmuran, ia membawa rintik hujan kesejukan. Kepahlawanan satu harapan sekaligus pembuktian amal pribadi.
Kelahiran pahlawan tentu menghadapi terjalnya pendakian. Butuh proses atau peristiwa unik yang mendorong lahirnya. Ada yang terlahir dalam kesederhanaan. Seperti Sayyidina Ali Karomallohu Wajhah yang di masa kecil, remaja, hingga dewasa tumbuh dalam ekonomi yang rapuh. Sampai ketika menjadi pendamping Sayyidah Fatimah Az-Zahra, kerapuhan ekonomi menghiasi kesederhanaanya. Namun, keserhanaan itu tidak menghalangi proses terbentuknya kepahlawanan. Bahkan membawanya ke puncak kepemimpinan sebagai Khalifah ke-4 ummat islam. Dan catatan sejarah mengukuhkannya sebagai pahlawan islam yang tak terbantahkan.
Ada pula yang terlahir dari ekonomi yang serba berlebih. Sebagaimana Sayyidina Usman bin Affan yang memiliki fondasi ekonomi yang kokoh, wibawa, dan kebangsawanan. Dengan ekonomi yang mapan ia mendistribusikan harta kekayaannya untuk perjuangan di jalan Allah hingga Usman terlahir sebagai pembela Islam yang kemudian mencapai puncak khalifah ke-3 umat islam. Dengan wibawanya ia kelola pemerintahan sedemkian rupa sehingga tercipta kemajuan Islam kala itu. Walaupun dengan sedikit catatan distribusi kekuasaan di seputar patron yang melahirkan konflik karena despotis pemerintahan hingga berujung hembusan nafas terakhir.
Proses yang lebih unik lagi, terjadi pada Mus’ab bin Umair. Pemuda keturunan bangsawan kaya raya yang memiliki pesona kegagahan luar biasa, paras wajah yang penuh daya tarik, dan keteguhan iman yang menjulang. Ia meninggalkan kemewahan hidup dan memilih kesederhanaan demi perjuangan islam, walaupun harus meninggalkan keluarganya. Dan kepahlawanannya menjadi pesona tersendiri karena penyaksian kain kaffan yang tidak mencukupi sekujur tubuhnya ketika ia wafat dalam perang uhud. Maka pantaslah kemudian ia berdelar Mush'ab Al-khoir.
Di masa pergerakan nasional bangsa kita, proses kepahlawanan dapat kita saksikan. Di era paham-paham baru yang semakin marak, munculah sosok K.H. Ahmad Dahlan sebagai pencerah ummat. Pria yang dibentuk melalui proses pendidikan formal pesantren dan pendidikan informal dari sosok K.H. Abu Bakar sebagai ayah yang merangkap penghulu mesjid Kauman, Jogjakarta. Maka bersinarlah kepahlawanannya lewat pembangunan-pembangunan sosial. Bukti kepahlawanannya terwujud pada pembangunan sekolah, madrasah, panti sosial dan rumah sakit yang dirintisnya. Dan hingga kini, jasanya masih bergemerlapan bahkan menguatkan.
Tjokroaminoto dengan Sarekat Islamnya, proses kepahlawanan dalam riak politik kebangsaan di era pergerakan nasional lainnya. Tokoh yang terlahir dari keluarga pamong praja zaman kolonial. Namun, memilih untuk beroposisi dengan pemerintah kolonial. Ia memilih untuk membebaskan bangsanya dari cengkraman penjajah. Walaupun, kekejaman, ancaman, penindasan, dan kemiskinan harus dihadapinya. Bagi kepribadian pahlawan, rintangan itu yang semakin membedakannya dengan manusia biasa.
Kini cerita-cerita itu tinggal kerinduan pada sosok pahlawan yang menghias sejarah bumi. Kerinduan akan seorang pahlawan yang mampu membawa bangsa berpenduduk terbesar ke-4 di dunia bersaing secara ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan di kancah internasional. Begitu pun merdu suaranya kian menggugah hasrat yang rindu akan sebuah arti kehidupan. Sosoknya yang berwibawa mengantarkan kebanggaan tiada henti bagi mereka yang merindukan sebuah pengabdian. Cerita-ceritanya sambung menyambung tanpa henti dari satu generasi ke generasi dengan bumbu semangat yang menyala-nyala hingga kenangannya kuat tertanam di benak anak bangsa.
Serial kepahlawanan memang selalu begitu. Ia menyalakan api yang hampir padam. Ia menghidupkan jiwa-jiwa yang lemah lusuh. Ia inspirasi bagi bekunya pikiran. Ia kerinduan bagi pribadi yang jiwanya hidup.
Oleh karena itu, kita membutuhkan pembacaan sejarah tokoh, refleksi, dan hasil karya pejuang sejati. Pembacaan keberadaan tokoh jelas sebuah keharusan. Karena dengan hal tersebut akan memunculkan inspirasi tentang kharisma dan wibawa yang dapat membekas dalam ingatan dan mendorong semangat juang tanpa pamrih. Begitu pun sifat merakyat yang meraba berbagai macam rasa masyarakat dapat memberikan teladan hingga jadi tuntunan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pembacaan sejarah tokoh memang sebuah keniscayan dalam kepahlawanan.
Sementara refleksi biasanya termanifestasikan dalam pengorbanan, pembelaan dan kesetiaannya terhadap perjuangan. Ketiga manifestasinya harga mati untuk membeli predikat pahlawan dan fakta jelas akan pengabdiannya terhadap kehidupan. Pengorbanan dicurahkan dengan mendahulukan kepentingan orang lain daripada pribadinya. Itulah semangat altruistik. Pembelaannya terhadap nilai-nilai kebenaran tak menyurutkan semangatnya sedikit pun, walaupun harus dihadang cadasnya kekuasaan. Sementara kesetiannya untuk memegang prinsip perjuangan dipegang teguh hatinya.
Adapun hasil karya bagian nilai tambah keberhasilannya dalam berjuang memakmurkan bumi. Selain itu, hasil karya pun akhirnya menjadi tolak ukur terhadap cerita kepahlawanannya dalam berjuang terlepas dari besar kecilnya manfaat. Apabila pada generasinya selanjutnya hasil karyanya menjadi pujian dan sanjungan berarti keberhasilan kepahlawanannya telah meraih keutamaan. Sebaliknya, hasil karya yang tidak dipuji maupun disanjung, tetap tidak menyurutkan predikat kepahlawanannya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bergerak dan berkarya. Bergerak dan berkaryalah dengan sebaik-baiknya. Biarkanlah semuanya jadi cerita kepahlawanan yang akan menghiasi kehidupan kita.
Pengorbanan, pembelaan, dan kesetiaan adalah keistimewaan pahlawan. Jumlah pengorbanan yang ditebarkan pejuang tidak terbatas. Sifatnya tercermin dalam kemampuan mendahulukan orang lain daripada dirinya. Kemampuannya yang lain dapat tercermin manakala menyedekahkan hartanya untuk kebutuhan yang lebih bermakna. Sementara pembelaannya meninggalkan jejak karena harumnnya yang abadi. Dalam pembelaannya dia mengerahkan segenap jiwa raga dalam kerangka kemuliaan. Seperti para mujahid Palestina yang sekujur tubuhnya hancur lebur dengan semangat pembelaan untuk satu kata kemerdekaan. Dan kesetiaannya membuat musuh segan terhadapnya. Keteguhan pendirian telah menyalakan kesetiannya dan menghapus bayangan keraguan, kendati harta dan jiwa sebagai modal perjuangan.