Penerimaan

Iman Rohiman
0
Merangkai ikatan suci tentunya harus didasari oleh niat yang suci. Membersihkannya dari bisikan nafsu duniawi sebuah kemestian yang tidak mau tidak harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Walau kekecewaan masa lalu terkadang mencipta kabut, usaha dan menjaga agar niat senantiasa bersih teguh dipegang erat. Walau harapan masa depan satu ketidakpastian, tekad baja dikedepankan dengan persiapan terbaik agar niat suci itu sampai pada-Nya dan hasrat duniawi melepuh tanpa tapak.

Ketika niat merangkai ikatan suci bertemu kenyataan bahwa pada manusia berkumpul kelebihan dan kekurangan, penerimaan diantara dua pihak satu pemahaman sikap yang akan memudahkan cita kasih  di masa depan. Penerimaan suatu bentuk kesadaran bahwa tidak ada satu pun manusia, kecuali nabi, yang sempurna dalam fisik, akal, dan ruhaninya. Boleh kita memimpikan suatu hal yang ideal, bahkan harus, tapi sikap penerimaan akan kekurangan suatu bentuk kesadaran akan sifat manusia itu sendiri sehingga bangunan ikatan suci yang terbentuk kokoh karena kuatnya fondasi.

Penerimaan akan kekurangan manusia satu bentuk keihklasan perbuatan. Ia penggambaran akan hakekat kesadaran ciptaan-Nya yang harus dihargai sama. Ia sama-sama dilahirkan dari nutfah, kemudian jadi alaqah, kemudian jadi mudhghah, dan dilengkapi dengan ruh. Oleh karena itu, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Semuanya sama. Hanya taqwa yang membedakannya.

Penerimaan akan kekurangan, satu bentuk dari sikap mencintai sesama muslim seperti mencintai dirinya sendiri. Rupa butuh dipertimbangkan. Wajah putih bersih atau kuning langsat, pantulan keindahan sang maha indah yang diharapkan rasa insani. Tidak salah. Bahkan dianjurkan. Wajah hitam manis, satu keindahan lainnya yang menarik pandangan untuk tetap terjaga. Wajah hitam legam, pertimbangan yang mematangkan kemanusian dan meniadakan keluhuran. Wajah apapun warnanya, semua dicipta oleh-Nya. Tidak patut kita menolak sembari menghujat dan berprasangka akan ciptaan-Nya. Sejauh mana kemampuan kita untuk menerima apa adanya dan mecintai apa adanya itu yang utama. Tidak lebih.

Penerimaan kadar kekayaan materi hal yang tidak terlalu istimewa. Boleh dipertimbangkan. Tidak mengapa. Mau yang memiliki perusahaan nasional atau lokal. Tidak salah. Namun, semua kekayaan itu masa depannya tidak pasti, sebagaimana hari-hari yang akan dilalui oleh manusia di masa depan juga tidak pasti. Maka yang terpenting bukannya kekayaan itu, tetapi penerimaan ketidakpastian kekayaan di masa depan. Itu yang utama.

Penerimaan kedudukan lewat stratifikasi masyarakat modern boleh. Bahkan perlu. Strata 1 hingga Strata 3 perlu diupayakan agar generasi mendatang lebih baik keilmuannya. Tanpa pendidikan Strata 1, hanya tamatan SMA  pun bukan masalah. Karena yang lebih penting kebermanfaatan ilmu yang kita miliki untuk sebanyak-banyaknya manusia. Lebih baik lagi jika pendidikan tinggi dan bermanfaat bagi manusia sebanyak-banyaknya. Itu pilihan terbaik.

Penerimaan jarak yang berbeda bukan sebab yang memisahkan. Beda kota bukanlah masalah yang berakibat pada retaknya ikatan yang terjalin dengan kebersihan komitmen, karena penerimaan cinta telah menghapuskan perbedaanya. Beda pulau tak menghalangi ikatan suci yang dirangkai dengan kasih sayang tulus dan dalam karena penerimaan cinta telah merubah lautan menjadi parit. Bahkan beda negara bukan hal yang menghentikan ketulusan untuk menyulam kebahagiaan di taman keluarga karena penerimaan cinta telah menghapus ruang bumi tanpa batas. Oleh karena itu yang terpenting bukanlah jarak itu, tapi penerimaan itu sendiri yang utama.

Penerimaan aktivitas yang berbeda satu hal yang harusnya seirama. Seorang karyawan berpasangan buruh pabrik bukan soal. Seorang tukang bakso berpasangan dengan seorang pedagang eceran bukan masalah. Begitu pun seorang petani yang berpasangan dengan seorang pengajar tak jagi beban. Yang terpenting dari semua itu adalah penerimaan akan perbedaan dan mengharmonikan keadaan tersebut dengan rasa itu yang terbaik. Karena kebahagiaan tercipta bukan berarti harus sama. Tetapi bagaimana harmoni dari perbedaan itu mampu mencipta kedamaian dan ketentraman batin.

Penerimaan usia mencipta suasana saling menghormati dan menghargai. Istri usianya berlebih atau suami usianya berlebih sama saja. Tua maupun muda telah melebur menjadi satu keindahan yaitu keserasian. Bukankah nabi menikahi bunda Khadijah terpaut rentang usia yang cukup jauh. Namun, kebahagiaannya mendalam dalam ingatan nabi. Begitu pula ketika menikahi ummul mukminin Aisyah usianya terpaut cukup jauh. Namun, indahnya kemesraan jadi kenangan tak terlupakan. Jadi usia bukanlah hal yang menggundahkan, tapi penerimaan akan usia itu sendiri yang penting.

Penerimaan agama titik utama yang tak bisa tergantikan. Berkerudung sesuai dengan syariat wajib. Berkerudung sebatas tradisi butuh diperbaiki. Senantiasa shalat berjamaah keutamaan. Shalat sendirian butuh perbaikan. Ahlaq di keluarga, tetangga, dan masyarakat umum lebih utama. Namun, manusia di masa depan tidak pasti. Imannya bisa turun bisa naik. Orang yang tadinya lemah lembut bisa berubah menjadi kasar. Orang yang dalam kasih sayangnnya dapat merapuh. Jadi penerimaan agama yang sedang diterima saat itu lebih penting sembari terus saling memperbaiki diri diantara keduannya itu yang utama.

Jadi kunci dari semua itu adalah penerimaan. Penerimaan akan semua hal yang ada pada diri seorang manusia. Baik itu rupa, materi, stratifikasi, agama, aktivitas dan lain sebagainya. Karena penerimaan mampu membawa  kesadaran insani mendorong kekurangan-kekurangan ke arah perbaikan dan peningkatan kualitas. Selain itu, dengan penerimaan maka sikap menghargai keberadaan apapun akan memunculkan penghargaan dan penghormatan kepada manusia itu sendiri sebagai mahluk ciptaan-Nya.


Jadi terimalah… 
Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default